Kamis, 07 April 2016

Analisis Kesehatan Bank dengan Menggunakan Metode Camel

Definisi Tingkat Kesehatan Bank
Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain tingkat kesehatan Bank adalah suatu cerminan bahwa sebuah bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Dalam pengertian lain, tingkat kesehatan bank merupakan hasil penelitian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil penilaian kuantitatif, penerapan manajemen risiko, dan kepatuhan bank dan saat ini Bank Indonesia juga memiliki metode penilaian kesehatan secara keseluruhan baik dari segi kualitatif dan kuantitatif.
Budisantoso dan Triandaru (2005:51) mengartikan kesehatan bank sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank di atas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Kegiatan tersebut meliputi :
1. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri.
2. Kemampuan mengelola dana.
3. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat.
4. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain.
5. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
Dengan kata lain, tingkat kesehatan bank juga erat kaitannya dengan pemenuhan peraturan perbankan (kepatuhan pada Bank Indonesia).
Menurut Bank Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut dapat melaksanakan control terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen dan aspek likuiditasnya. Pengertian Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai denganUndang– undang RI No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bank dikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas, Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas dan profil risiko, bank perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional bank. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha diwaktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank oleh Bank Indonesia.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian tujuan kesehatan Bank adalah untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Bagi bank yang sehat agar tetap mempertahankan kesehat¬annya, sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati penyakit¬nya. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan kalau perlu dihentikan kegiatan operasinya.

2.2 Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kesehatan bank
Kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, karena kegagalan perbankan akan berakibat buruk terhadap perekonomian. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan terdiri dari pihak eksternal dan pihak internal. Pihak internal terdiri dari:
1. Pihak manajemen, berkepentingan langsung dan sangat membutuhkan informasi keuangan untuk tujuan pengendalian (controlling), pengorganisasian (coordinating) dan perencanaan (planning) suatu perusahaan.
2. Pemilik perusahaan, dengan menganalisis laporan keuangannya pemilik dapat menilai berhasil atau tidaknya manajemen dalam memimpin perusahaan.

Pihak eksternal terdiri dari:
1. Investor, memerlukan analisis laporan keuangan dalam rangka penentuan kebijakan penanaman modalnya. Bagi investor yang penting adalah tingkat imbalan hasil (return)dari modal yang telah atau akan ditanam dalam suatu perusahaan tersebut.
2. Kreditur, merasa berkepentingan terhadap pengembalian/pembayaran kredit yang telah diberikan kepada perusahaan, mereka perlu mengetahui kinerja keuangan jangka pendek (likuiditas) dan profitabilitas dari perusahaan.
3. Pemerintah, informasi ini sangat berguna untuk tujuan pajak dan juga oleh lembaga yang lain seperti Statistik.
4. Karyawan, berkepentingan dengan laporan keuangan dari perusahaan tempat mereka bekerja karena sumber penghasilan mereka bergantung pada perusahaan yang bersangkutan.

2.3 Penilaian Kesehatan Bank dengan Metode CAMEL
Bank Indonesia menilai tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Metode atau cara penilaian tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMELS yaitu Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Market Risk. Kriteria sensitivity to market risk merupakan aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL. CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter.
Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan faktor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai berikut:
Tabel Bobot CAMEL
No. Faktor CAMEL Bobot
Bank Umum
BPR
1
2
3
4
5 Permodalan
Kualitas Aktiva Produktif
Kualitas Manajemen
Rentabilitas
Likuiditas 25%
30%
25%
10%
10% 30%
30%
20%
10%
10%
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesahatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan diatas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:

1. 1. Permodalan (Capital)
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Pada saat ini, persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp 3 trilyun. Namun, bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri, jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
2. Kualitas Aset (Assets Quality)
Dalam kondisi normal, sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.
Dalam menganalisis suatu bank, pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar. Apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk, bisa saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio.
3. Manajemen (Management)
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko.
Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.
Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen dengan rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba.Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha.
4. Rentabilitas (Earning)
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya, maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
1. Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1).

Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut :
• Untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0.
• Untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.
1. Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2).

Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut :
• Untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0.
• Untuk setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).
5. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu Rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan Rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.